Selasa, 28 September 2010

FIRST LOVE part 1


Dia mengingatkanku pada sesorang, seseorang yang tak pernah aku lupakan, seseorang yang pernah berharga di masa lalu.
Masih teringat kejadian 5 tahun lalu itu...
Aku termanggu disudut kelas menatap pekerjaanku yang masih berupa sketsa. Harusnya cepat ku selesaikan lukisanku itu. Tetapi benakku hanya dipenuhi impian dan warna yang samar-samar bisa ku terjemahkan. Pandanganku menerawang entah kemana. Tiba-tiba siluet wajah seseorang menegas seiring suara riuh murid-murid yang perlahan terdengar jelas, seperti volume radio yang sedikit-sedikit dinaikkan. Wajah itu kini jelas melemparkan senyuman kecil padaku. Aku tak bisa mengelak lagi, dengan kegugupan yang coba ku sembunyikan, aku balas senyumnya dengan delikan. "Apa!" tanyaku ketus tanpa suara. Wajah kecil itu malah kian melebarkan senyumnya. Ah, tak tahan ku tundukan wajahku. Tampaknya kutemukan tema yang cocok untuk lukisan ku. Matahari yang oranye di langit yang biru. Senyum dari wajah kecil itu mengingatkan ku tentang pemandangan langit di pagi hari. Hangat dan damai.
***
Aku adalah seorang gadis kecil yang kuat dan ceria. Aku dikelas enam SD adalah gadis yang punya banyak sekali teman. Aku suka persaingan namun aku paling benci menjadi kalah. Entah mengapa kekalahan bagiku adalah akhir perjalanan. Aku memiliki seorang sahabat karib yang entah bagaimana dia lebih hebat dibandingkan denganku. Dialah yang membuatku membuka mata bahwa kegagalah adalah awal dari kesuksesan. Namanya Rani, dia memiliki sifat yang 1800 berbanding terbalik denganku. Rani adalah seorang gadis pendiam dan pemalu. Terlalu pemalu hingga menarik diri dari berbagai bentuk sorotan. Tidak menonjol sama sekali. Ia seperti tinggal di dunia kecil yang ia bangun sendiri. Bermimpi menjadi seorang putri kecil yang bisa terbang di antara awan. Persahabatanku dengannya pun masih aku pertanyakan bagaimana awalnya. Sejauh yang bisa ku ingat adalah aku membelanya dari tekanan kakak kelas saat kami di kelas lima dan aku membantunya menyelesaikan prakaryanya. Namun kami baru benar-benar dekat ketika kelas enam ini.
Aku memiliki seorang saingan. Adit . Walaupun kami tidak pernah satu kelas, kami tahu satu sama lain. Dia adalah anak laki-laki hebat yang pertama kali kukenal. Ku akui itu. Aku benci saat dia berhasil mengalahkanku di berbagai kompetensi apapun. Aku benci senyumnya yang seperti mengejekku. Aku benci ulahnya yang selalu mengangguku. Kami selalu ribut, tidak pernah akur sekalipun. Selalu ada ada perdebatan yang mewarnai hari-hari kami. Mengesalkan namun entah mengapa itu sedikit menyenangkan. Intinya aku benar-benar tidak menyukainya. Tapi Rani berbeda, dia sangat mengagumi sosok Adit, sama seperti gadis-gadis lainnya, selalu memujanya. Pernah suatu ketika Rani bercerita kepadaku ,” Adit itu baik ya, waktu itu dia nemenin aku pas aku belum di jemput sama mamaku lho Lin, terus kita cerita banyak deh selain pinter dia juga enak di ajak ngomong, kenapa kamu gak suka sama dia Lin ?” tanyanya. Aku menggeleng mantap kepadanya, ”pokoknya aku bener-bener benci dan gak suka sama Adit, titik Rani. Dia itu nyebelin ba-nget. ” dan kita pun menghabiskan waktu untuk membicarakannya.
Entah mengapa, Di akhir kelas enam, Adit berubah. Dia mulai baik padaku, memperlakukanku sama seperti gadis lainnya, tidak pernah mengejekku, menggangguku, menggodaku lagi. Aku merasa seperti orang asing saat berada di dekatnya, benar-benar bukan Adit yang ku kenal. Pernah suatu hari dia menghampiriku di sudut kelas, duduk di hadapanku dan kemudian bertanya apa yang sedang ku kerjakan. Aku hanya tertegun, kemudian menjawabnya dengan ketus dan asal “ nulis, lihat kan “. Aku kira ia akan membalasku. Aku salah besar. Ia tersenyum, lesung pipi di pipi kirinya menguntai manis. Dan matanya menyipit hingga berbentuk bulan sabit kecil. Dia manis sekali. Dan saat itulah entah mengapa aku merasa berbeda saat berada di dekatnya, rasanya begitu hangat. ”Bukankah ini yang kamu mau. ” Ucapnya penuh arti. Dan aku hanya bisa menunduk sambil memaknai kata-katanya itu.
Dua bulan kemudian aku pun masuk SMP. Aku, Rani, dan Adit satu SMP. Betapa girangnya hati ini karena bisa masuk SMP terfaforit di kotaku itu. Aku mengharapkan kita bertiga bisa sekelas, jujur aku ingin sekali merasakan sekelas dengan Adit, kembali bersaing dengannya, bertengkar... Tapi sayang Tuhan tidak mendengar doaku. Aku terpisah dengannya. Adit sekelas dengan Rani. ” Lin, aku sekelas lo sama Adit ” ucapnya dengan nada girang. Deg, jantungku serasa berhenti berdetak. ”kok kamu seneng banget gitu Ran ?? hayoo kenapa? Kamu suka ya sama Adit ??” ucapku kemudian. ” gak lah, palingan suka sebagai temen aja Lin”. Gyaah, aku melepaskan nafas lega. Kenapa aku lega Rani tidak menyukai Adit ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar