Senin, 05 Juli 2010

Jeritan Bisu Budaya Gotong Royong di Tengah Modernitas

Gotong Royong bukanlah hal yang baru di Indonesia. Istilah gotong royong digunakan sebagai suatu filsafat yang diwariskan secara turun-menurun oleh generasi bangsa Indonesia. Namun dalam perkembangannya saat ini, budaya gotong-gotong seolah-olah memudar dan tergantikan oleh sikap individualisme dan materialisme yang menjadi ciri khas era modernitas. Lalu bagaimanakah nasib budaya gotong-royong yang sempat diungkapkan sebagai sifat dasar bangsa Indonesia ini di tengah modernitas ?
Gotong royong memiliki suatu pengertian bekerja secara bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama yang dilakukan dengan adil dan tanpa pamrih. Bekerja secara bersama-sama di sini memiliki makna saling tolong menolong tanpa membeda-bedakan kelas sosialnya, suku, bangsa, ras, agama dan budaya yang dimilikinya. Adapun tujuan bersama yang ingin dicapai budaya gotong royong adalah untuk mewujudkan kerukunan dan kedamaian antarbangsa Indonesia serta dapat mendekatkan bangsa untuk mencapai tujuan nasionalnya. Istilah gotong royong pertama kali dicetuskan oleh Ir. Soekarno saat meresmikan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Dalam pidatonya, Soekarno berbicara, Pancasila apabila diperas akan menjadi Ekasila yang memiliki makna gotong royong. Di zaman orde lama budaya gotong royong dijadikan suatu sifat dasar bangsa Indonesia. Tak jarang banyak para tokoh besar di masa saat itu menjadikan gotong royong sebagai filsafat bangsa Indonesia dan suatu kearifan lokal yang diwariskan turun menurun kepada generasi penerus bangsa. Bahkan saat pergantian zaman dari orde lama menjadi orde baru saat pemerintahan Soeharto pun budaya gotong royong masih berdiri kokoh mewarnai pergerakan nasional di Indonesia, walaupun tidak seheboh pada masa orde lama.
Bila dilihat lebih dekat, dapat dikatakan bahwa budaya gotong royong adalah manifestasi dari sifat dasar bangsa Indonesia yang dalam rentang sejarah filsafat disepakati sebagai mahluk sosial. Dalam pengertian Aristoteles sifat ini disebut Zoon Politicon. Menyadari bahwa sifat dasar bangsa Indonesia adalah sebagai mahluk sosial atau mahluk yang selalu hidup berdampingan dengan individu lainnya dan mahluk yang selalu memerlukan bantuan orang lain di setiap kehidupannya, sangat tepat jika budaya gotong royong di jadikan suatu pedoman hidup untuk membentuk masyarakat yang saling peduli satu sama lainnya dan lebih mendahulukan kepentingan bersama dibandingkan kepentingkan individual. Hal ini yang membuat budaya gotong royong di jadikan doktrin bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia sebagai suatu sifat dasar unggulan Indonesia yang tidak dimiliki oleh negara manapun di dunia untuk membentuk mayarakat Indonesia yang dapat hidup adil dan sejahtera.
Untuk lebih memahami tentang keadaan budaya gotong royong dimasyarakat luas, saya menggunakan metode polling untuk mengukur tingkat kepedulian masyarakat kota Denpasar - Bali tentang masih budaya gotong royong di tengah modernitas saat ini. Saya menyebarkan angket kepada 80 orang remaja di Denpasar – Bali yang berusia 14-17 tahun. Penyebaran angket saya lakukan dari tanggal 4 Juni sampai 5 juni 2010. Berikut adalah data hasil polling:
Persoalan Jumlah Polling Responden
1. Tahukah Anda apa itu budaya gotong royong ?
A. Tahu
B. Tidak
C. Ragu-ragu
A. 100 %
B. 0
C. 0
Total : 100 %
2. Menurut Anda, masih berkembangkah budaya gotong royong di lingkungan Anda ?
A. Masih
B. Tidak
A. 43,75%
B. 56,25%

Total : 100 %
3. Menurut Anda pentingkah budaya gotong royong diterapkan di masyarakat sekarang ini?
A. Penting
B. Tidak
C. Ragu-ragu
A. 75 %
B. 18,75%
C. 6,25%
Total : 100%


4. Tahukah Anda faktor-faktor yang memengaruhi lunturnya budaya gotong royong saat ini ?
A. Tahu
B. Tidak
C. Ragu-ragu
A. 56,25%
B. 31,25%
C. 12,5%

Total : 100 %
5. Tahukah Anda tentang dampak yang terjadi akibat lunturnya budaya gotong-royong ?
A. Tahu
B. Tidak
C. Ragu-ragu
A. 68,75%
B. 17,5 %
C. 13,75%

Total : 100 %

Tabel 1
Dari data polling di atas dapat kita ketahui bahwa :
1. Semua responden mengetahui apa itu gotong royong
2. Sebanyak 43, 75 % atau 35 responden menjawab budaya gotong royong masih berkembang di lingkungan sekitarnya. Sedangkan sebanyak 56, 25 % atau 45 responden menjawab budaya gotong royong sudah tidak lagi berkembang di lingkungannya.
3. Sebanyak 75 % responden atau 60 responden yang menjawab budaya gotong royong sangat penting untuk diterapkan. Sebanyak 18, 75% atau 15 responden menjawab budaya gotong royong tidak penting untuk diterapkan. Sedangkan 6, 25% responden atau 5 responden yang menjawab ragu-ragu.
4. Sebanyak 56, 25 % atau 45 responden menjawab mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi budaya gotong royong sekarang ini. Sebanyak 31, 25 % atau 25 responden menjawab tidak mengetahui faktor-faktor penyebabnya dan responden sisanya ragu-ragu.
5. Sebanyak 68, 75 % atau 55 responden menjawab mengetahui dampak dari lunturnya budaya gotong royong. Sebanyak 17, 5 % atau 14 orang tidak mengetahui dampaknya, dan 11 responden lainnya ragu-ragu.
Coba kita perhatikan data hasil polling di atas. Hampir 60 % responden menjawab budaya gotong royong tidak lagi mereka temui di lingkungan sekitarnya. Baik itu kerja bakti bersama atau pembuatan fasilitas warga. Sungguh suatu gambaran budaya gotong royong yang malang. Padahal sebanyak 75% responden mengetahui pentingnya budaya bergotong royong, walaupun ada saja dari mereka yang belum menyadari arti penting budaya gotong royong itu sendiri.
Budaya gotong royong pada kenyataannya sudah jarang sekali kita temukan sekarang ini. Lihatlah lingkungan tempat tinggal kita. Jika dulu sebelum masuknya masa modernisasi warga sekitar tempat tinggal kita dengan inisiatif bersama-sama melakukan kegiatan pembersihan lingkungan dengan bergotong royong setiap minggunya dengan semangat dan tanpa pamrih. Lalu bagaimankah sekarang? Masihkah kita jumpai fenomena seperti dulu ? Tidak. Bangsa Indonesia tidak lagi segencar dulu dalam menyikapi budaya gotong royong. Bangsa kita terlalu sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri dan tidak memerhatikan orang lain ataupun lingkungan sekitarnya. Mereka beranggapan individu yang satu berbeda dengan individu lainnya. Sungguh suatu dinamika sosial yang ironis. Tengoklah ke belakang, pada masa perpindahan orde lama ke orde baru. Budaya gotong royong masih bisa berdiri tegak mewakili ciri khas bangsa Indonesia di tengah masuknya berbagai paham-paham baru dari barat. Masuknya suatu paham individualisme dan liberalisme membuat suatu paradigma baru dimata bangsa Indonesia. Pemikiran yang lebih luas dan terbuka serta dapat menguntungkan semua pihak membuat bangsa Indonesia lupa akan jati dirinya sebenarnya. Semakin berkembangnya teknologi di era globalisasi semakin membuat bangsa Indonesia seakan terbius oleh kenikmatan yang ditawarkan oleh budaya barat yang belum tentu sesuai dengan budaya Indonesia. Permulaan revolusi industri pada abad ke sembilanbelas dan terus menerus maju pada saat ini melahirkan suatu budaya baru yang menjadi tren di kalangan individu menggantikan kejayaan masa orde baru yang kita kenal dengan modernisasi. Sering kali pemerintah negara berkembang seperti Indonesia ini ditekan untuk memodernkan diri agar dapat bersaing dalam sistem pasar dunia. Bahkan, apabila Indonesia menolak mentah-mentah berkembangnya modernisasi, itu berarti Indonesia tidak menyesuaikan diri dengan negara-negara maju dan akan dicap sebagai bangsa yang kolot, bangsa yang ketinggalan zaman. Memang dalam penerapannya, modernisasi dapat membawa kekayaan dan kemakmuran bagi negara dan individu-individu yang menganutnya. Hanya saja modernisasi yang telah melekat di diri bangsa Indonesia saat ini membuat sikap budaya gotong royong sebagai sifat hidup dan sifat dasar bangsa Indonesia terkikis dan tergantikan dengan sifat individualisme dan materialisme yang notabene menuntut setiap individu untuk saling berkompetensi dan bersaing dengan individu lainnya tanpa mengingat kodratnya sebagai mahluk sosial atau zoon politicon dan melupakan semangat berbagi yang terkandung dalam budaya gotong royong.
Pemahaman tentang pentingnya budaya gotong royong seolah-olah menjadi suatu fatamorgana di Indonesia saat ini. Pengajaran budi pekerti dan kewarganegaraan belum cukup untuk menyadarkan kembali pemikiran remaja, para generasi penerus bangsa untuk lebih peduli dengan jati dirinya dulu. Coba kita lihat pada tabel 1, sebanyak 31, 25 % responden belum mengetahui faktor-faktor yang membuat lunturnya budaya gotong royong sekarang ini. Ini menjadi suatu bukti bahwa remaja belum sadar akan dampak negatif yang ditawarkan dari modernitas yang berkembang pesat sekarang ini. Teori-teori yang berkembang di masyarakat tentang budaya gotong royong hanya seperti angin lalu di mata remaja, seharusnya teori-teori yang dicetuskan tersebut diimbangi dengan praktik langsung ke lapangan. Dalam perjalanan Republik Indonesia yang hampir memasuki 65 tahun ini, bangsa Indonesia masih kurang berhasil menjadikan Pancasila suatu kenyataan dalam kehidupan bangsa. Semakin hari semakin hilang sikap kegotong royongan dalam kehidupan bangsa. Jangan hanya menyalahkan Penetrasi budaya Barat yang melahirkan sikap individualisme dan liberalisme yang menjadi sumber kerusakan dalam kehidupan. Di pihak lain bangsa kita sendiri terutama para pemimpinnya kurang menunjukan usaha sungguh-sungguh untuk menjadikan Pancasila sebagai suatu kenyataan hidup serta terpeliharanya sikap dan sifat gotong royong dalam masyarakat. Padahal hampir 70% responden mengetahui dampak yang terjadi bila nilai-nilai budaya gotong royong itu punah (tabel 1). Orang Indonesia, khususnya para pemimpinnya bukannya bersama-sama menghalau masuknya budaya barat yang berusaha memecah belahkan persatuan bangsa malah ikut membantu usaha Barat untuk menjadikan umat manusia di Indonesia menganut budaya barat yang sudah menyebar cepat hampir di seluruh wilayah Indonesia, yang akhirnya lagi-lagi membuat budaya gotong royong hanya dapat menjerit di dalam kegelapan bangsa.
Seandainya saja kita sedikit lebih peduli dengan sikap dan sifat gotong royong dan sadar bahwa masa depan bangsa dan pencapaian kehidupan yang adil dan sejahtera memerlukan kesediaan kita kembali pada sikap gotong royong. Terutama para pemimpin, baik pemimpin negara ataupun pemimpin daerah, agama dan golongan, tentu akan banyak sekali manfaat gotong royong yang kita rasakan bagi kemajuan bangsa ini kelak. Bayangkan jika gotong-royong semakin diabaikan dan di biarkan tanpa ada yang memahami maknanya, bukan tidak mungkin akan menimbulkan dampak yang bisa berakibat fatal dan merugikan bagi bangsa Indonesia, seperti tidak ada lagi sifat simpatik dan tolong-menolong antarbangsa Indonesia yang tergantikan dengan sifat egois yang mencerminkan semakin parahnya individualisme merasuki jiwa bangsa kita. Dengan bersama-sama bergandengan tangan tanpa membedakan latar belakang setiap individu, bersama- sama bermusyawarah untuk mufakat, saling menghargai dan mengakui kekurangan diri sendiri serta bersatu padu membela tanah air Indonesia beserta dengan kekayaan alam dan budayanya, melawan segala bentuk penjajahan sosial-ekonomi. Bukan tidak mungkin dapat memerangi budaya korupsi yang sudah merajalela di hampir seluruh instansi pemerintah dan mencegah pihak-pihak lain yang berusaha merebut kebudayaan budaya yang kita miliki ini untuk memecah belahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Semoga, seluruh bangsa indonesia baik tua maupun muda sadar kembali bahwa tidak mungkin mahluk hidup meninggalkan dan melupakan jati dirinya untuk membangun kedamaian dan ketentraman. Bersama menghapus pemikiran bahwa dengan sikap hidup gotong royong tidak mungkin dicapai kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi. Mari kita berusaha menanamkan pemikiran kepada seluruh bangsa Indonesia bahwa tanpa individualisme dan liberalisme, kemajuan dan cita-cita itu dapat kita peroleh bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar